TNI Kita

Selalu menjadi penjaga pertahanan dan keamanan NKRI.

Selalu melahirkan prajurit profesional berdedikasi.

Selalu dekat dengan rakyat hingga ujung ibu pertiwi.

Tentara Nasional Indonesia di tengah situasi dunia yang tidak menentu tetaplah profesional. Terutama dalam menghadapi “serangan” senyap di wilayah kedaulatan negeri. Beberapa kali TNI melakukan penangkapan atas pencurian ikan, perdagangan ilegal lintas negara, dan bentuk-bentuk kriminal yang mengganggu keamanan kawasan perbatasan.

Prajurit TNI hadir di berbagai pulau kecil dengan kekuatan kompi-kompi kecil. Mereka menjadi penjaga pertahanan dan keamanan lintas batas negara yang potensial diinfiltrasi dalam berbagai bentuk. Terutama pengambilan kekayaan alam dan perdagangan dunia.

Aksi-aksi pencurian dan kriminal seperti ini diam-diam terus terjadi sepanjang hari. Indonesia dengan zona eksklusif yang terbuka memang menjadi medan empuk bagi bangsa lain untuk mengeruk sedikit demi sedikit sumber daya alamnya. Luas laut yang menutupi wilayah perbatasan memang membutuhkan penjagaan yang jauh lebih sulit dibandingkan daratan.

Belum lagi ketika terjadi bentrok dengan kelompok separatis di wilayah pegunungan dan hutan seperti Papua. Personel TNI dengan kemampuan tempur profesional sangat dibutuhkan dalam situasi ini. Perang gerilya yang dilancarkan oleh lawan semakin menyulitkan proses penyelesaian keamanan. Meskipun TNI sangat andal dalam menghadapi keadaan tersebut dan kenyang pengalaman dari era ke era.

Dalam sistem perekrutan dan pengembangan prajurit TNI memiliki standar tinggi. Termasuk seleksi pada unit-unit khusus yang menjadi organ penting dan taktis. Standar itu mengikuti perkembangan keamanan yang terjadi di dunia. Tak heran di setiap matra memiliki satuan yang siap siaga. Baik di level komando maupun pelaksana.

Pada satu kesempatan, ketika prajurit marinir harus menjalani “wajib” renang lintas selat dan diikuti sejumlah pasukan serbabisa dari berbagai negara, beberapa serdadu asing itu kepayahan mengikuti standar marinir kita. Sementara anak-anak marinir TNI seperti santai belaka. Kadang becanda dan menuntaskan tugas sampai garis finish.

Menjadi prajurit TNI adalah panggilan hati berbakti kepada ibu pertiwi. Kalau tidak, mustahil prajurit TNI bisa bekerja dan berkarir sepanjang hidupnya. Panggilan hati itu terlihat jelas dalam hal paling sederhana seperti berbulan-bulan atau bertahun-tahun jauh dari keluarga. Bahkan dengan senang hati bertugas di wilayah sepi, kosong, tanpa fasilitas memadai.

Kita punya 580 ribu lebih prajurit. Atau kira-kira hanya 0,24 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Amerika 0,5 persen. Singapura 0,9 persen. Tetapi jumlah personel cadangannya mencapai 25 persen. Ini karena di Singapura mengenal wajib militer. China jumlah tentaranya sebesar 2 persen dari jumlah penduduk.

Artinya jumlah TNI terhadap jumlah penduduk Indonesia masih sangat kecil. Karena itulah strategi yang dipilih adalah melakukan penguatan TNI pada kemampuan penguasaan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista). Ini adalah rencana strategis yang dilakukan sejak 2010.

KPI-nya adalah memenuhi Minimum Essential Force (MEF) alias standar minimum kekuatan pokok. Yang berbasis pada tiga hal yakni kekuatan, sebaran atau gelaran dan kemampuan. Dasar seperti ini juga diaplikasi di kekuatan militer negara lain dalam mengantisipasi kondisi global yang tidak menentu.

Faktor alutsista berupa lifecycle dilakukan pula dengan cara mengoptimalkan perusahaan lokal yang bergerak di industri pertahanan dan keamanan. Sehingga produk-produk berteknologi karya para insinyur Indonesia dapat diaplikasikan langsung dalam berbagai operasi, baik militer maupun kemanusiaan. Dalam hal ini TNI kian mengakomodir produk lokal untuk melengkapi dan memenuhi MEF tadi.

TNI dari rakyat. Kelahiran dan proses sejarahnya tidak lepas dari peran rakyat. Baik dalam kebijakan maupun aktivitas tempur kala itu. Jelas faktanya bahwa TNI amat membutuhkan kehadiran rakyat. Namun menjadi TNI memiliki kapasitas dan kemampuan lebih dibandingkan rakyat semata. Karena ia dilatih untuk terlatih.

Seorang prajurit berasal dari rakyat. Ia dilatih menjadi lebih hebat dari rakyat. Kelak kembali menjadi rakyat. Sebab itu, ia mesti selalu dekat dengan jati dirinya, yakni rakyat.

Selamat berulangtahun untuk Tentara Nasional Indonesia yang ke 78. Selalu profesional! Selalu dekat dengan rakyat!(*)

Salam Solidaritas!

Imam Fatoni Effendi

Foto: liputan6  

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*