Hari Kesehatan Mental Sedunia

Persoalan kesehatan mental atau kesehatan jiwa di Indonesia merupakan sisi yang kurang mendapat banyak sorotan. Kesehatan lebih sering dipersepsikan pada faktor fisik semata. Padahal berbagai kasus tentang persoalan mental health terus mengemuka. Bahkan dalam rupa yang semakin bervariasi.

Persoalan kesehatan mental tidak hanya mengacu pada pasien yang mengalami sakit gangguan kejiwaaan, namun juga pada perilaku yang bahkan sampai kepada peristiwa kriminalitas dan sadisme. Jadi dimensi dari kesehatan mental sesungguhnya cukup bervariasi.

Tren gangguan jiwa juga dapat ditandai dengan mengamati berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Misalnya saja pada kasus mutilasi, tren bunuh diri, hingga pemerkosaan atau perundungan yang belakangan kuantitasnya meningkat.

Oleh karena itu memahami tentang kesehatan mental tidak cukup hanya pada seseorang yang mengalami kelainan kejiwaan semata. Dalam perspektif perundungan (bullying) bisa jadi ditemukan persoalan mental yang rapuh dari para pelaku dibandingkan sekadar karena unjuk diri atau aktualisasi diri secara negatif.

Data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan yakni berupa Riset Data Kesehatan tahun 2018 saja menyebutkan 19 juta orang berusia 15 tahun ke atas yang mengalami gangguan mental emosional. Sedang yang berkategori depresi sebanyak 12 juta. Pada tahun 2019 jumlah tersebut meningkat menjadi 19,7 juta jiwa. Maknanya lebih dari 5 persen dari jumlah penduduk Indonesia bermasalah dengan kesehatan jiwanya.

Kasus bunuh diri di Indonesia sempat mencapai rata-rata sehari 5 orang melakukan. Di tahun 2016 tercatat sebanyak 1.800 kasus. Pelaku terbanyak berada di rentang usia 15-34 tahun atau sebesar 47,7 persen. Ini merupakan kelompok umur produktif yang bervariasi antara masa remaja hingga pra-dewasa.

Yang terbesar umumnya adalah gangguan cemas seperti fobia sosial. Gangguan ini biasanya tidak terlalu terlihat pada perilaku seseorang. Gangguan depresi mayor yang seringkali dianggap sebagai pemicu perilaku bunuh diri adalah urutan berikutnya.

Selanjutnya adalah jenis gangguan perilaku. Gangguan ini dapat terlihat dan dirasakan. Sebagai misal perilaku-perilaku abnormal yang tidak sesuai dengan kebiasaan dan cenderung aneh termasuk hal ini. Dua jenis gangguan mental lainnya adalah akibat trauma dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas.

Tahun ini tema Hari Kesehatan Mental se-Dunia yang digagas setiap 10 Oktober tentang kesehatan mental adalah hak asasi manusia universal. Artinya mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental memerlukan perawatan dan pengobatan yang setara dengan kesehatan lainnya. Mereka para ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) tidak boleh dianggap sebagai kelompok terbelakang dalam komunitas.

Mereka punya hak sembuh, hak mendapatkan perlindungan. Dalam kaitan dengan kriminalitas yang dilakukan jika terbukti terjadi dan berdampak kepada orang lain, maka mereka juga punya hak mendapatkan penyembuhan. Di satu sisi sebagai pesakitan, di satu sisi persoalan kesehatan jiwanya (seringan apapun) juga harus diperbaiki.

World Mental Health Day juga mengingatkan kepada kita semua tentang perbaikan pada hal-hal yang dapat memicu orang-orang terdekat maupun di sekitar kita mengalami masalah dengan kejiwaannya. Itu dapat dimulai dengan memulai dari habitat di mana kita beraktivitas. Rumah, tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, dan sebagainya. Masing-masing memiliki karakter dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengantarkan seseorang mengalami gangguan jiwa.

Gangguan jiwa bisa saja muncul dari satu habitat tertentu. Misal rumah dengan suasana keluarga yang tidak nyaman, kurang kondusif, sepi, tidak terjadi interaksi positif. Dari rumah, saat seseorang mengalami gangguan awal, bisa menambah potensi tingkat gangguan di tempat lain yang juga tidak akomodatif.

Perlu diketahui dari sekian banyak pemicu gangguan mental, lebih dari 90 persen adalah karena faktor non fisik dan non genetik. Yang artinya potensi seseorang mengidap masalah kesehatan mental disebab oleh hal-hal di sekelilingnya. Termasuk orang-orang yang ada di sekitarnya. (*)

Salam Solidaritas!

Imam Fatoni Effendi

Foto: thequint

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*