Tasikmalaya Musti Berjaya

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Setiap ke Tasikmalaya, saya selalu menyempatkan mampir ke Kupat Tahu Mangunreja. Ini adalah kuliner yang sudah ada sejak 68 tahun silam. Pendirinya Abah Usam. Kini sudah generasi ketiga yang mengelola. Sehari rata-rata menjual 200 piring kupat tahu. Kalau akhir pekan bisa naik dua kali lipat. Cabangnya juga sudah ada di mana-mana, bahkan menyebar hingga Bandung.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya terletak di dataran tinggi. Dataran yang merupakan bagian dari pegunungan Priangan. Jadi Tasikmalaya adalah tempat healing paling pas. Udaranya sejuk. Tak ada polusi. Persawahan masih luas.

Namun ada sesuatu yang mengganjal dalam benak, ketika mendapati rapor Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu tolok ukurnya adalah PDRB yang terendah di Jawa Barat. Padahal sister city-nya, Kota Tasikmalaya termasuk yang paling diperhitungkan dari 27 kota dan kabupaten di provinsi ini. Maka bisa ditebak pendapatan Kabupaten Tasikmalaya juga pasti tergolong barisan bawah. BPS Jawa Barat mencatat pada 2019 sebesar Rp 257 miliar. Sedikit lebih baik dibanding Kabupaten Ciamis yang terendah yakni Rp 238 miliar.

Mari lihat angka statistik lain. Indeks Kesehatan misalnya, hanya 76,85 persen. Angka terendah di Jabar. Sementara 18 kota dan kabupaten lain sudah di atas 80 persen.

Indeks Pendidikan juga di bawah rata-rata provinsi. Indeks Pendidikan Provinsi 64,32, Tasik 60,74. Secara keseluruhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Tasik juga paling rendah selama bertahun-tahun. IPM sampai 2022 sebesar 66,84.

Situasi yang telah terjadi lama ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Tasikmalaya, yang saya telusuri hingga ke berbagai pelosok desa, menyimpan hidden gem dari berbagai sektor. Permata indah tersembunyi itu harus dikeluarkan, diasah, dan diberdayakan agar memberi manfaat terutama bagi kesejahteraan masyarakat Tasik sendiri.

Membangun Tasikmalaya agar berjaya memerlukan kecermatan dan kepedulian. Masyarakat Tasik sebagai pemilik kedaulatan mesti terlibat dengan catatan modal pendidikan mereka baik, juga modal kesehatannya bagus.

Pendidikan bagi warga Tasikmalaya harus dapat diakses dengan mudah. Akses itu tidak hanya berupa fasilitas pendidikan dari PAUD hingga PT. Namun kemudahan pembiayaan, termasuk di dalamnya bantuan biaya bagi warga yang berada di bawah garis kemiskinan. Berbekal dua hal ini niscaya pendidikan akan merata bagi seluruh kalangan. Tidak terkecuali.

Sementara soal kesehatan juga serupa. Fasilitas dan tenaga kesehatan yang menjangkau hingga desa-desa yang sebanyak 240 desa. Itu harus terjadi jika ingin indeks kesehatan masyarakat meningkat.

Dengan wilayah mencapai 2.709 km persegi, jumlah rumah sakit di Tasikmalaya baru 6 buah. Sementara Kota Tasik yang seluas 184 km persegi sudah memiliki 8 RS.

Faktor biaya juga bagian penting dari pembangunan kesehatan masyarakat. Hadirnya BPJS sebenarnya cukup membantu. Namun tampaknya masih ada persoalan ketidaksetaraan.

Oleh karena itu, faktor biaya kesehatan yang terus semakin besar dan mahal sedang saya dan bro-sis di PSI perjuangkan. BPJS Gratis! Ini bukan program mimpi dan asal.

Kita harus belajar dari negara lain soal pengelolaan biaya kesehatan masyarakat. Benar, sejumlah negara kaya seperti Jerman, Selandia Baru, Denmark, Brunei dan beberapa lagi biaya kesehatan digratiskan. Tetapi ada juga negara berkembang yang juga memiliki kebijakan serupa. Thailand, Brasil, Argentina, bahkan Bhutan bisa melakukan hal itu.

Di Indonesia sudah saatnya punya kebijakan yang sama. Kalau indeks kesehatan dan pendidikan meningkat, saya yakin 100 persen, indeks pembangunan manusia juga merangkak naik.

Bila masyarakat Tasikmalaya terus berupaya, saya juga yakin Tasikmalaya akan berjaya. (*)

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Solidaritas

Imam Fatoni

foto: Wikipedia, detik.com

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*