Dodol Garut Rezeki Turun-Temurun

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Badan pegal-pegal minta diurut

Pakai minyak mujarab biar lebih afdol

Kalau lagi sebal berliburlah ke kota Garut

Pikiran tenang, pulangnya membeli dodol

Berkunjung ke Garut tanpa mencicipi dodol ibarat mandi tanpa pakai sabun. Tidak lengkap. Ada sesuatu yang terlupakan. Disebut wajib tidak juga. Tetapi ada satu proses yang terlewatkan.

Dodol di Garut seia-sekata. Dodol terlanjur menempel pada Garut. Dodol itu ada di mana-mana, tetapi begitu berjejeran dengan Garut, maka kelasnya berbeda.

Dodol Garut sudah membumi. Sudah hampir seabad menjadi bagian dari kuliner dan trade mark Kabupaten Garut.

Bentuk dan kemasan dodol Garut sangat spesifik. Dalam ilmu marketing dari segi fisik saja brand-nya sudah sangat kuat. Bentuknya lembut di dalam tapi garing di luar. Macam karamel. Bungkusnya dari kertas halus nan licin.

Kalau ada kota lain coba-coba membuat dodol yang dipotong-potong baik ukuran kubus, kotak, atau lonjong-lonjong yang dibungkus kertas licin, bisa dipastikan ia terinspirasi dari dodol Garut.

Merk yang legendaris adalah “Dodol Picnic”. Di era tahun 1970-an, flasgship airline negeri kita Garuda Indonesia menyelipkan dalam paket meal. Masuk menjadi bagian dari kudapan maskapai kebanggaan ini dijamin berkelas internasional. Pasti saat menseleksi tidak hanya faktor rasa, tetapi juga kemasannya berstandar global.

Saking top of mind-nya brand ini, sampai-sampai ada jargon begini, “Kalau lagi piknik jangan lupa beli dodol”.

Di Garut banyak sekali produsen dodol. Jumlahnya menurut catatan lebih dari 100 baik berskala kecil, sedang dan besar. Jumlah tenaga kerja yang dapat ditampung di industri ini (dari produksi hingga pemasaran dan penjualan) mencapai lebih dari 2.500 orang. Artinya industri ini berkontribusi pada 0,2 persen pada angkatan kerja penduduk Garut.

Produksi dodol setiap produsen berbeda-beda. Sebelum Covid-19 rata-rata jumlah produksi per tahun menembus 9.700 ton. Nilai produksinya bisa mencapai Rp 95 miliar.

Dodol Garut 100 persen bahan bakunya berasal dari lokal. Tidak ada impor. Jadi tidak ada bea masuk untuk bahan luar. Namun pemasarannya tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik. Lima tahun silam dodol Garut bisa mendarat di pasar global. Tercatat di antaranya Brunei, Malaysia, Jepang, Arab Saudi, Singapura. Bahkan bisa ekspor sampai Inggris segala.

Dodol Garut sudah bermodifikasi bahan dan rasa. Mengikuti perkembangan selera pasar. Namanya men-subbrand dengan jargon-jargon produk berkualitas hebat. Kemasannya didesain apik, menarik mata dan bercitra internasional. Mereka yang mau berinovasi menempuh jalan ini agar membuka peluang pasar baru.

Di sejumlah online shop juga sudah bermunculan produk-produk dan turunan dodol Garut. Pengusaha yang kini umumnya merupakan generasi kedua atau ketiga mengikuti teknologi pemasaran lintas batas.

Apakah sudah cukup mengelola dodol Garut?

Belum. Karena inovasi rasa dan bentuk serta pemasaran penjualan tidak pernah berhenti membuat terobosan. Kita belum memikirkan proses below the line dalam strategi pemasaran modern.

Di beberapa kota melakukan inisiatif memonetisasi produk kuliner lewat strategi event. Festival A, Pameran B, Expo C dan seterusnya. Yang A, B, C-nya bertitel nama makanan. Lalu ada unsur lain menyertainya seperti hiburan, seminar, kompetisi, dan macam-macam kreativitas lainnya.

Dodol Garut tak boleh terenggut zaman. Ia harus tetap ikon Garut. Tetapi juga memberi rezeki turun-temurun. (*)

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Solidaritas!

Imam Fatoni Effendi

Foto: Indonesia travel

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*